Cancut Taliwondo, DMI Harus Hidup Berdasarkan Visi Besarnya

DMI.OR.ID, SURABAYA – Dewan Masjid Indonesia (DMI) harus hidup berdasarkan visi dan misi besarnya. Jangan sampai DMI menjadi organisasi yang hidup segan mati tak mau. Kepemimpinan Bapak DR. H. Muhammad Jusuf Kalla bertujuan memberikan visi dan misi besar itu.

Setelah musyawarah pengurus, disepakati visi besar DMI adalah Memakmurkan dan Dimakmurkan Masjid. Apalagi DMI sedang memasuki usia 44 tahun, sebuah usia yang tidak muda lagi sejak berdiri tahun 1972 silam.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pimpinan Pusat (PP) DMI, Drs. H. Imam Addaruqutni, M.A., menyatakan peran dan kiprah DMI selama ini sangat kurang, ibarat hidup segan mati tak mau, padahal sudah memasuki usia 44 tahun sejak berdiri tahun 1972 silam.

“Bapak Jusuf Kalla ingin tampil untuk memberikan visi besar organisasi, yakni Dimakmurkan dan Memakmurkan Masjid. DMI harus hidup berdasarkan visi besarnya. Istilah Jawanya, Cancut Taliwondo. Semua pengurus DMI, termasuk teknisi akustik masjid, harus benar-benar bekerja menyingsingkan lengan baju,” ungkapnya pada Senin (8/2) pagi.

Tepatnya, saat memberikan sambutan dalam acara  Pelatihan Peningkatan Akustik Masjid se-Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan pada Senin (8/2) hingga Rabu (17/2) di Balai Pendidikan dan Latihan (Diklat) Keagamaan Provinsi Jawa Timur (Jatim), Surabaya, Jatim.

Menurutnya, DMI didirikan untuk mengimbangi budaya materialisme dan hedonisme dengan spiritualisme (keimanan) yang kuat. Kedua budaya buruk itu seoakan-akan menjadi darah baru (kebiasaan) bagi bangsa Indonesia, sejak dimulainya program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) Tahap Pertama pada 1972 silam.

“Gegap gempita pembangunan sejak 1972 silam, saat dimulainya Repelita I, menyebabkan orientasi manusia Indonesia menjadi sangat ekstrim di bidang ekonomi. Bahkan, budaya kekerasan muncul dimana-mana dan masjid-masjid menjadi kosong dari aktivitas ummat,” jelasnya.

Jika kondisi ini tidak diimbangi dengan spiritualitas yang kuat, lanjutnya, Indonesia akan menuju kondisi gawat (darurat). DMI didirikan untuk mengembalikan spirituaitas bangsa Indonesia. “Ternyata, hal ini mempengaruhi kebijakan Pak Harto (Presiden H. Muhammad Soeharto) hingga membangun masjd melalui Yayasan Amal Bakti Pancasila,” tutur Imam.

Kegiatan pelatihan ini juga didukung oleh PT. TOA Galva Prima dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jatim serta diikuti oleh 78 peserta yang merupan tim teknisi akustik utusan Pimpinan Wilayah (PW) DMI se-Indonesia.

Berdasarkan pantauan DMI.OR.ID, acara pembukaan ini dihadiri oleh Ketua dan Sekretaris PW DMI Provinsi Jatim, Drs. H. Muhammad Riziqi, M.M., M.B.A., dan Drs. H. Suhadi, serta Sekretaris dan Bendahara PW DMI DMI Sumatera Selatan (Sumsel), Dr. Ki Agus (K.A) Bukhori Abdullah, M.Hum., dan H. Hirzil Imani.

Acara ini dibuka dengan pembacaan ummul Qur’an, Surat Al-Fatihah, lalu dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan Mars Dewan Masjid Indonesia, lalu pembacaan Al-Qur’an Al-Karim, serta pembacaan ikrar Peserta Akustik Masjid

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani

Bagikan ke :