Hewan Qurban, Kontroversi Gubernur Ahok, dan Respon DMI

DMI.OR.ID, JAKARTA – Pernyataan kontroversial Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Ir. Basuki Ir. Basuki Tjahaja Purnama, M.M., (Ahok) tentang penyembelihan hewan qurban mendapat respon langsung dari Sekretaris Departemen Dakwah dan Pengkajian (Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI), Ustadz Drs. H. Ahmad Yani.

“Saya akan sampaikan tanggapan atas pernyataan Gubernur Ahok tentang Penyembelihan Hewan Qurban sehingga bisa dipahami dengan baik oleh semua pihak,” tutur Ustadz Yani pada Kamis (10/9) pagi dalam rilisnya kepada DMI.OR.ID.

Pertama, lanjutnya, Setiap pejabat, apapun agamanya, harus memahami suatu agama dan adat istiadat meskipun sedikit. Hal ini penting agar para pejabat itu bisa menyatakan pendapat secara baik, benar dan bijak. “Bahkan bukan hanya soal agama, tetapi segala macam soal,” paparnya.

Kedua, masyarakat Islam di Indonesia, khususnya di Jakarta, sepatutnya bersikap tenang terhadap pernyataan Gubernur Ahok. Kita sudah paham dia memang modelnya begitu, bahkan kita semakin paham bahwa dia tidak berpikir secara utuh, tapi sepotong-sepotong. Bukan hanya soal Islam yang dia tidak pahami, tapi juga persoalan lainnya,” ungkapnya.

Pasalnya, jalankan saja ibadah dengan baik, termasuk Shalat Idul Adha dan pemotongan hewan qurban yang selama ini sudah berlangsung di masjid-masjid. Masalahnya, katanya, hanya tinggal laksanakan proses penyembelihan hingga selesai dengan baik, tanpa harus merusak lingkungan.

“Disinilah pentingnya masjid dan mushalla menyiapkan tempat khusus dan menjamin kesucian, kebersihan dan kesehatannya setelah proses itu berlangsung,” ucap Ustadz Yani.

Ketiga, jelasnya, Penyembelihan hewan qurban di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) selama ini sudah ada yang melakukannya, khususnya di masjid-masjid kantor yang kurang memungkinkan proses penyembelihannya dilakukan di masjid itu. “Tidak semua masjid dan mushalla memungkinkan melakukan hal itu. Pak Ahok tentu tahu bahwa yang gampang jangan dibikin sulit,” ujarnya.

Keempat, tandasnya, terkait dengan tidak diperbolehkannya penyembelihan di sekolah, hal penting yang harus disadari oleh Gubernur Ahok adalah aspek pendidikan agama. “Kalau untuk praktikum olah raga dan pelajaran lainnya disediakan sarana khusus di sekolah, lalu mengapa praktikum agama seperti penyembelihan hewan tidak disediakan?” tanyanya.

Menurutnya, penyembelihan hewan qurban bukanlah soal melarangnya di sekolah, tetapi sekolah yang harus menyediakan sarana untuk ibadah penyembelihan hewan qurban itu. Kepala sekolah pun tidak usah bingung kalau memang tidak dipebolehkan di sekolah. “Ajak saja anak-anak ke halaman masjid,” tegasnya.

Pengurus masjid pun, ujarnya, tidak usah khawatir dengan peraturan itu karena tidak semua perintah pemimpin harus ditaati. Peraturan yang harus ditaati adalah perintah yang benar. “Adapun aturan atau peraturan daerah (perda), apa yang tidak bisa diubah? Jangankan Perda, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 saja, dahulu sakral namun sekarang sudah diubah-ubah,” katanya.

Dalam hal ini, sebutnya, peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk meninjau segala aturan yang tidak sesuai dengan ketentuan agama sangatlah penting.

Kelima, pelaksanaan ajaran agama dari sisi teknis ada saatnya disesuaikan dengan kultur dan kebiasaan masing-masing tanpa harus mengabaikan prinsipnya. Boleh jadi di Arab Saudi tidak ada pemotongan hewan qurban di masjid-masjid karena penyaluran atau distribusinya tidak untuk jamaah masjid di sana,” ujarnya.

Hal ini dimaklumi saja karena mereka sudah sejahtera. Jadi, ujarnya, kondisi di Indonesia sama sekali tidak bisa disamakan dengan Arab Saudi, apalagi itu terkait dengan negara orang.

Keenam, lanjutnya, terkait dengan orang yang menjual hewan qurban di pinggir jalan. Fenomena ini merupakan persoalan dagang dan tertib di jalan raya. Ini urusan pedagang kaki lima yang harus disediakan tempatnya. Larangan seperti ini tidak hanya berlaku untuk pedagang hewan saat Idul Adha saja, tetapi juga saat waktu-waktu lainnya.

“Hal yang sangat mengganggu adalah penertiban parkir di pinggir jalan dan trotoar yang seharusnya lebih ditertibkan lagi oleh pemerintah, karena hal itu berlangsung setiap hari. Adapun penjual hewan qurban paling hanya satu hingga pekan dalam setahun,” ujarnya.

Ketujuh, barangkali akan sangat baik bila setiap tahun Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan Pemprov-Pemprov lainnya menyelenggarakan Bazar Hewan Qurban di semua wilayah kota/ kabupaten.

Di tempat itulah dipusatkan, bahkan oleh petugas, untuk hewan-hewan yang dijual dan sudah memenuhi syarat dari sisi kesehatan dan syari’atnya. “Kita butuh Pemerintah Daerah yang kreatif, bukan hanya yang bisa melarang,” tegas anggota pengurus Koordinasi Dakwah Islam DKI Jakarta (KODI) itu.

 

Penulis: Muhammad Ibrahim Hamdani

Bagikan ke :