Khutbah Idul Adha 1439 Hijriah: Profil Generasi Ibrahim AS

الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر

اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.

Kaum Muslimin Yang Berbahagia.

Kita bersyukur kepada Allah swt, hari ini mendapatkan kesempatan sekali lagi untuk menikmati ibadah shalat idul adha, insya Allah kita lanjutkan setelah ini dengan penyembelihan hewan qurban. Bersamaan dengan apa yang kita lakukan, kaum muslimin dari berbagai belahan dunia sedang menyelesaikan pelaksanaan ibadah haji di tanah suci. Apa yang kita lakukan merupakan upaya untuk menguatkan rasa dekat kepada Allah swt, rasa dekat yang membuat kita tidak mau menyimpang dari segala ketentuan-Nya, meskipun peluangnya ada.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad saw, beliau telah meneladani Nabi Ibrahim as dan Ismail as, hal ini karena pada sosok Nabi Ibrahim as dan orang yang bersama beliau terdapat teladan yang luar biasa untuk kita sepanjang zaman.

Dari sekian banyak tema yang bisa kita bahas dalam momentum haji dan Idul Adha, kita kaji melalui khutbah yang singkat ini tentang empat profil generasi Ibrahim dan Ismail as. Pertama, Mencintai Kebenaran. Nabi Ibrahim as bukan hanya memahami kebenaran dan hidup secara benar, tapi ia mencintai kebenaran sehingga sangat membenarkan apa saja yang datang dari Allah swt. Ini merupakan sikap yang amat penting bagi semua orang, apalagi yang mengklaim sebagai anak cucu nabi Ibrahim seperti yang dinyatakan oleh masyarakat Arab jahiliyah. Karenanya Rasulullah saw diperintahkan untuk menceritakan tentang profil dan karakter Nabi Ibrahim as, Allah swt berfirman:

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا

Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Qur’an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. (QS Maryam [19]:41).

Membenarkan kebenaran yang datang dari Allah swt membuat Nabi Ibrahim tidak membiarkan kesalahan. Orang tuanya, masyarakat hingga raja sekalipun diingatkan untuk meninggalkan kemusyrikan yang jelas tidak benar. Allah swt menceritakan dalam firman-Nya:

 قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لأرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا

Berkata bapaknya: “Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama” (QS Maryam [19]:46).

Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.

Jamaah Shalat Id Yang Dimuliakan Allah.

Kedua, profil yang harus kita teladani dari Nabi Ibrahim dan Ismail as adalah Idealisme Berkelanjutan. Nabi Ibrahim as memiliki idealisme dalam mempertahankan nilai-nilai kebenaran sejak muda sampai tua. Ketika ia menghancurkan berhala-berhala, Ibrahim masih sangat muda. Maka, ketika para pembesar bertanya tentang siapa pelakunya, mereka menjawab sebagaimana disebutkan dalam firman Allah swt:

 قَالُوا مَنْ فَعَلَ هَذَا بِآلِهَتِنَا إِنَّهُ لَمِنَ الظَّالِمِينَ.قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ

Mereka berkata: Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim”. Mereka berkata: Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini, namanya Ibrahim (QS Al Anbiya [21]:59-60).

Kesimpulan ini kita dapatkan dari kisah Nabi Ibrahim yang menghacurkan berhala saat masih muda dan menunjukkan ketaatan yang luar bisa dengan menyembelih Ismail saat sudah amat tua. Nabi Ibrahim mencontohkan kepada kita bahwa prinsip ketuhanan dan aqidah yang benar merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar. Karena itu, sejak muda remaja, Nabi Ibrahim sudah berjuang agar keluarga dan masyarakatnya hingga para pemimpin terbuka hati dan pikirannya atas kesesatan bertuhan kepada selain Allah swt. Ibnu Abbas seperti dikutip Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar menyebutkan tentang pentingnya masa muda. “Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi melainkan anak muda. Dan seorang yang alim tidaklah diberi Allah ilmu melainkan diwaktu muda.”

Karena itu, sejak muda seharusnya seseorang sudah membersihkan dirinya dengan taubat dan ini merupakan sesuatu yang sangat istimewa sehingga Allah swt lebih mencintainya ketimbang orang tua yang taubat, Rasulullah saw bersabda:

مَامِنْ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الشَّبَابِ التاَّ ئِبِ

Tiada sesuatu yang lebih disukai Allah daripada seorang pemuda yang bertaubat (HR. Ad Dailami).

Idealisme yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim as tidak hanya saat ia masih muda belia, bandingkanlah dengan suatu peristiwa yang amat menakjubkan, saat Ibrahim diperintah oleh Allah swt untuk menyembelih anaknya Ismail, saat itu Ibrahim sudah sangat tua, sedangkan Ismail adalah anak yang sangat didambakan sejak lama. Maka Ibrahimpun melaksanakan perintah Allah swt yang terasa lebih berat dari sekadar menghancurkan berhala-berhala dimasa mudanya. Ini menunjukkan kepada kita bahwa Ibrahim memiliki idealisme dari muda sampai tua, Ismail mengikuti jejaknya dan inilah yang amat dibutuhkan dalam kehidupan di negeri kita, jangan sampai ada generasi yang pada masa mudanya menentang kezaliman, tapi ketika ia berkuasa pada usia yang lebih tua justeru ia sendiri yang melakukan kezaliman yang dahulu ditentangnya itu, jangan sampai ada generasi yang semasa muda menentang korupsi, tapi saat ia berkuasa di usianya yang sudah semakin tua justeru ia sendiri yang melakukannya, dan jangan sampai dulu ia berpihak pada rakyat, tapi setelah berkuasa justeru menyusahkan dan mengkhianati rakyatnya.

Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.

Kaum Muslimin Yang Berbahagia.

Teladan Ketiga dari profil Nabi Ibrahim adalah merindukan generasi yang shaleh. Pada usianya yang semakin tua, Nabi Ibrahim as tetap merindukan kehadiran seorang anak, bukan  untuk melanjutkan kelangsungan hidup, apalagi mewariskan harta, tapi justeru untuk melanjutkan perjuangan menyebarkan dan menegakkan nilai-nilai kebenaran yang datang dari Allah swt.

Nabi Ibrahim sangat besar perhatiannya pada generasi yang akan datang. Baginya, yang penting bukan ada generasi yang melanjutkan kehidupan, tapi generasi mendatang itu harus melanjutkan perjuangan menegakkan nilai-nilai kebenaran. Belajar dari profil kehidupan Nabi Ibrahim as membuat  kita harus memberikan perhatian yang lebih besar terhadap kesinambungan generasi yang dapat memperjuangkan tegaknya nilai-nilai kebenaran. Hal ini karena ketika usia Nabi Ibrahim as sudah semakin tua, kerinduannya pada generasi pelanjut perjuangan menjadi semakin besar dan iapun terus berdo’a agar Allah swt menganugerahkan kepadanya keturunan yang shaleh. Kondisi generasi muda kita sekarang boleh dibilang cukup memperihatinkan. Kasus-kasus perzinahan, pemerkosaan, pembunuhan, perkelahian, pencurian, narkoba, AIDS, dan berbagai kasus kriminal lainnya adalah kasus-kasus yang banyak dilakukan oleh generasi muda. Secara fisik, banyak anak muda kita yang tidak cukup sehat sehingga ada penyakit yang dulu biasanya diderita oleh orang yang sudah tua, tapi diderita oleh anak muda. Dalam konteks pemakmuran masjid, belum cukup banyak remaja dan pemuda yang memiliki komitmen kepada pemakmuran masjid, padahal dari segi jumlah, usia muda lebih banyak dari usia tua.

Oleh karena itu, satu hal yang harus kita ingat bahwa anak merupakan anugerah sekaligus amanah. Disebut anugerah karena anak itu pemberian dari Allah swt yang harus disyukuri dan disebut amanah karena orang tua akan dimintai pertanggungjawaban tentang anak. Ismail as adalah contoh anak yang memenuhi harapan orang tua dan umat. Ia Memiliki Kecerdasan dan Ketajaman Hati sehingga perintah dan larangan tidak selalu harus disampaikan dengan bahasa yang terang. Isyarat saja sudah cukup. Karena itu, perintah menyembelih Ismail cukup disampaikan oleh Allah swt dengan isyarat mimpi. Sedangkan Ibrahim menyampaikan perintah itu dengan bercerita dan Ismail merespon mimpi sang ayah sebagai perintah yang harus dilaksanakan.

Sekarang banyak orang yang hatinya tumpul, karenanya bahasa isyarat tidak nyambung, bahkan perintah dan larangan yang terang saja masih juga tidak nyambung. Lampu lalu lintas, garis-garis di jalan raya merupakan diantara contoh aturan yang menggunakan bahasa isyarat, terlalu banyak orang yang tidak nyambung sehingga lalu lintas kita makin kacau. Peribadatan dalam Islam mengandung isyarat yang harus diwujudkan sesudah beribadah, tapi yang amat disayangkan seperti tidak ada hubungan antara sebelum beribadah dengan sesudah ibadah dilaksanakan.

Berbagai kejadian di dunia ini seharusnya kita tangkap sebagai isyarat dari Allah swt. Ada banjir, ada gempa, ada gempa sekaligus banjir, hingga ada badai, semuanya pernah terjadi sebagai peringatan dan azab dari Allah swt. Hanya mereka yang berhati tajam yang paham bahwa itu peringatan dan azab, tapi yang berhati tumpul hanya mengatakan sekadar fenomena alam.

Ismail as juga memiliki kematangan Berpikir dan Kematangan Jiwa. Memiliki kematangan berpikir sangat penting. Cirinya memiliki ide atau gagasan kreatif yang tidak terpikirkan oleh orang lain, bisa diajak berdialog dan memberikan pendapat jauh lebih baik dari apa yang diperkirakan. Ia bisa diajak berdialog dan dimintai pendapat, bahkan pendapatnya luar biasa, ini menunjukkan ada wawasan, ketegasan dan kesamaan persepsi atau pemahaman dengan ayahnya. Ismail berpendapat tentang mimpi ayahnya: “Wahai ayah, kerjakan apa yang Allah perintah kepadamu.” Ia tidak mengatakan: “Wahai ayah, kalau memang engkau paham perintah Allah demikian, kerjakan saja, resiko tanggung sendiri.”

Perintah Allah swt yang ringan bisa jadi orang mau melaksanakannya dengan hati yang ringan, tapi bila perintah yang berat untuk dilaksanakan, bisa jadi orang tidak mau atau kalau dilaksanakan juga, dilaksanakan dengan hati yang berat. Ismail menerima dan melaksanakan perintah yang berat dengan hati yang ringan, bahkan ia mengatakan: “insya Allah, engkau dapati aku termasuk orang yang sabar.” Ini merupakan bukti kematangan jiwa. Dengan penuh keikhlasan, dilaksanakan perintah yang berat, apalagi hal ini terkait dengan nyawa satu-satunya yang dimiliki. Jiwa yang matang membuat seseorang tidak mudah tersulut emosi, tapi selalu berpikir dan berusaha merasakan makna dibalik suatu kejadian. Enak dan tidak enak merupakan sesuatu yang harus dihadapi dan dinikmati.

Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.

Kaum Muslimin Rahimakumullah.

Teladan penting Keempat dari Nabi Ibrahim adan Ismail adalah berdialog dalam rangka melaksanakan perintah Allah swt. Ini harus dilakukan karena pelaksanaan perintah harus melibatkan orang lain. Maka, meskipun Nabi Ibrahim sudah yakin akan perintah Allah swt yang harus dilaksanakannya, tapi karena harus melibatkan Ismail, maka ia berdialog. Karena itu, diantara sisi menarik dari sosok nabi Ibrahim adalah mewujudkan suasana dialogis dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Sekarang, karena kita sibuk dengan media sosial masing-masing, suasana dialog tidak tercipta, bahkan meskipun kita kumpul, banyak diantara kita yang hanya menunduk sehingga jadilah kita “generasi menunduk,” bukan hanya dikalangan anak dan remaja, tapi semua kalangan.

Dalam kehidupan sekarang, suasana dialogis dalam keluarga amat dibutuhkan. Kesibukan rutin telah menghilangkan suasana dialogis ini, banyak orang tua yang hanya bersifat instruktif, akibatnya melakukan kebaikan tidak didasari oleh kesadaran dan pemahaman, tapi karena instruksi. Lebih tragis, instruksi orang tua pun tidak ada, karena banyak orang tua tidak melakukan apa yang harus diinstruksikan. Bagaimana mungkin orang tua menginstruksikan anaknya untuk shalat ke masjid bila ia sendiri tidak ke masjid. Bagaimana mungkin orang tua melarang anaknya merokok bila ia seorang perokok berat, dan  begitulah seterusnya.

Ibrahim sudah menjadi nabi dan rasul, usianya pun sudah tua dengan pengalaman hidup yang banyak, tapi ia minta pendapat pada anaknya. Berapa banyak orang tua yang jangankan minta pendapat, diberi pendapat yang baik oleh anaknya saja ia tidak suka. Begitu juga sebagai suami terhadap istrinya.

Inilah khutbah kita hari ini, semoga kita semakin termotivasi untuk mengambil pelajaran dari para Nabi, khususnya Nabi Ibharim dan Ismail untuk selanjutnya meneladaninya. Marilah kita berdoa:

اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.

Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang dzalim dan kafir.

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ

Ya Allah, perbaikilah agama kami untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbikilah akhirat kami yang menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.

Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan do’a.

اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُمْ حَجًّا مَبْرُوْرًا وَسَعْيًا مَّشْكُوْرًا وَذَنْبًا مَغْفُوْرًا وَتِجَارَةً لَنْ تَبُوْرًا

Ya Allah, jadikanlah mereka (para jamaah haji) haji yang mabrur, sa’i yang diterima, dosa yang diampuni, perdagangan yang tidak akan mengalami kerugian

رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

Penulis: Ustaz. Drs. H. Ahmad Yani

Ketua Departemen Dakwah, Ukhuwwah, dan Sumber Daya Keummatan PP DMI

Bagikan ke :